Anda adalah Pengunjung yang ke-

Selasa, 13 Mei 2008

PUTRI BAMBU

Putri Bambu

Penulis : Andar Ismail

INI dia batang bambu yang kuperlukan! Betul-betul besar! Mungkin ini yang terbesar di lereng Gunung Fuji ini," kata petani itu kepada istrinya. Maka, ditebangnya batang itu.

Tetapi, alangkah terkejutnya petani itu dengan istrinya. Di dalam rongga batang itu ternyata ada seorang bayi perempuan mungil seperti boneka. Dengan hati-hati mereka membawa bayi itu pulang dan merawatnya. Ia diberi nama Putri Bambu.

Putri Bambu memang ajaib. Hanya dalam beberapa tahun saja ia sudah tumbuh menjadi gadis cantik jelita dan lemah lembut. Dari pagi buta sampai jauh malam ia rajin membantu keluarga petani itu. Seluruh penduduk desa menyukai dia.

Kemudian hari, raja pun mendengar kabar tentang Putri Bambu. Lalu raja mengirim utusannya untuk meminta Putri Bambu pindah ke istana dan menjadi selirnya. Nah, kalau raja mencari selir, ceritanya jadi seru.

Cerita tentang Putri Bambu terdapat dalam beberapa versi di Jepang, Korea, dan Tiongkok. Budaya di negeri-negeri itu menjunjung tinggi keistimewaan, keindahan, dan kegunaan pohon bambu.

Coba kita lihat keistimewaannya. Mengapa bambu tidak tumbang atau patah batangnya ketika diterpa badai dan angin topan? Apakah karena akarnya dalam? Bukan! Akar pinus lebih dalam. Apakah karena batangnya kuat? Juga bukan! Pohon ek dan jati lebih kuat batangnya. Kalau begitu, apa sebabnya bambu bisa bertahan terhadap angin kencang?

Rahasia ketahanan bambu terhadap angin kencang terletak pada sikapnya. Ketika diterpa badai, pohon-pohon lain berdiri kaku dan tegak seakan-akan menantang kekuatan angin. Akibatnya, ranting dan batangnya bisa patah. Sebaliknya, bambu justru merunduk dan menunduk. Bambu membiarkan diri diarahkan oleh tiupan angin sampai termiring-miring atau melengkung.

Sifat lentur itu menyebabkan pohon bambu mampu bertahan dalam badai dan topan. Sifat lentur itu memulihkan kembali sikap tegak bambu setelah badai berlalu. Pohon lain berkonfrontasi terhadap angin, padahal bambu beradaptasi.

Itu bukan berarti bahwa bambu menyerah pada angin. Ia justru bertahan. Akarnya tetap berpegang pada pijakannya. Bahkan, akarnya justru kian mendalam. Badai justru membuat bambu menjadi lebih kuat.

AGAKNYA kita bisa belajar dari bambu. Bukankah kita pun bagaikan pohon yang sewaktu-waktu diterpa oleh badai dalam bentuk berbagai persoalan, kesulitan dan penderitaan? Apakah sikap kita menghadapi terpaan angin yang kencang? Apakah kita menantang atau melawan angin seperti pohon-pohon lain? Bisa jadi kita akan patah dan tumbang. Ataukah kita bersikap lentur seperti pohon bambu, yaitu merunduk dan menunduk sampai termiring-miring sekalipun?

Dengan sikap itu kita bisa bertahan dan kemudian pulih kembali. Sifat lentur yaitu berkeluk dan melengkungkan diri adalah rahasia untuk bertahan.

Sepanjang hidup berbagai persoalan, kesulitan dan penderitaan datang menerpa kita. Kristus menyuruh kita bertahan. Kepada para rasul Ia bersabda, "Kalau kamu tetap bertahan, kamu akan memperoleh hidupmu" (Lukas 21:19). Pengarang anonim surat Ibrani pun menulis tentang "bertahan dalam perjuangan yang berat" (lihat Ibrani 10:19- 39).

Bambu bisa menjadi guru. Oleh sebab itu, bambu dijunjung dalam budaya Kung Fu Tse di Jepang, Korea, dan Tiongkok.

Dalam seni lukisnya, bambu adalah lambang estetika. Dalam filsafatnya, bambu adalah lambang ketahanan. Dalam pedadoginya, bambu adalah lambang ketekunan. Selanjutnya karena rongga kosong pada bambu, maka dalam agama Kung Fu Tse bambu adalah lambang pengosongan dan pemurnian batin. Pokoknya, bambu adalah bagus dan berguna. Sebab itu lahir cerita Putri Bambu.

Apa yang terjadi ketika raja menyuruh Putri Bambu pindah ke istana? Putri itu menulis surat, "Maaf Baginda, hamba lebih berguna di desa daripada di istana."

Raja mengutus kembali utusannya dan memberi lebih banyak hadiah untuk Putri Bambu. Tetapi Putri Bambu tetap menolak. Kemudian raja menyuruh pasukannya untuk memaksa Putri Bambu. Tetapi Putri Bambu cepat-cepat bersembunyi di hutan. Ia masuk ke dalam rongga pohon bambu. Di manakah sekarang Putri Bambu? Sampai hari ini ia masih ada dalam rongga tiap batang bambu. Kadang-kadang ia menampakkan diri pada orang yang betul-betul mencintai bambu.

Sumber: Suara Pembaruan Daily

Rabu, 07 Mei 2008

Menyesal - If Only !

Menyesal - If Only !

Oleh: Mang Ucup

Naomi telah rela mengorbankan mahkota kesuciannya untuk Eddy,
begitu juga masa mudanya dia, dimana dia berpacaran dengan Eddy selama
lima tahun lebih, tetapi kenyataan disamping Naomi, Eddy masih
memiliki perempuan lainnya. Hal inilah yang membuat Naomi ngambek dan
dalam keadaan emosi ia telah memutuskan hubungannya dengan Eddy. Naomi
merasa sangat menyesal atas keputusan ini sehingga walaupun
kejadiannya telah bertahun-tahun yang lampau, tetapi rasa menyesalnya
tidak pernah bisa hilang. Hal ini membuat Naomi selalu sedih apabila
mengingat kejadian tsb.

Perasaan menyesal adalah perasaan yang paling sering dibahas
setelah cinta. Pada umumnya orang menyesal atas keputusan atau pilihan
yang salah. Coba dahulu (If only) Gw kawin dengan si Ucup hidup Gw
kagak bakalan sengsara seperti sekarang ini. Coba dahulu Gw memilih
jurusan ini pasti Gw sudah jadi kaya. Orang menyesal karena memilih
pasangan hidup yang salah, memilih karier atau sekolah yang salah,
memilih mobil/barang yang salah dan bisa juga menyesal karena telah
melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak ingin ia lakukan, tetapi dalam
keadaan emosi atau tidak sadar ia melakukan hal tsb.

Memang dengan mudah dan gagah kita bisa mengucapkan: "Mati takkan
menyesal, luka takkan menyiuk" tetapi kenyataan yang tidak bisa
dipungkiri, jutaan manusia di dunia ini merasa menyesal atas keputusan
maupun pilihan yang telah mereka lakukan , walaupun sebenarnya tidak
ada alasan bagi mereka untuk menyesal, sebab yang memilih dan
mengambil keputusan adalah mereka sendiri, jadi wajarlah kalau mereka
yang harus menanggung akibatnya.

Tempat dimana paling banyak orang menyesal adalah di penjara, yang
satu menyesal karena telah melakukan kesalahan sedangkan yang lain
menyesal kok sampai bisa sampai masuk bui begitu !

Orang menyesal bisa terjadi karena telah melakukan sesuatu atau
karena tidak melakukan sesuatu. Naomi menyesal karena telah memutuskan
hubungannya; sedangkan si Pulan menyesal karena tidak melanjutkan
sekolahnya. Kejadian-kejadian tsb dalam bahasa kerennya lebih dikenal
dengan nama "counterfactual thinking" atau memikirkan hal yang
berlainan dengan kenyataan, sambil berandai-andai "if only", coba
Naomi tidak memutuskan hubungannya dengan Johny pasti ia sudah punya
keluarga yang bahagia.

Pada saat Olympiade si pemenang medali perak merasa menyesal dan
berandai-andai coba Gw lari lebih cepat dikit azah pasti Gw udah jadi
juara utama. Hal ini disebut sebagai "Upward Counterfactual" atau
berandai-andai dengan melihat keatas. Sedangkan si pemenang medali
perungu merasa bahagia coba kalho Gw lari lebih lambat dikit azah
pasti Gw kalah, jadi dalam hal ini ia berandai-andai dengan melihat
kebawah. Hal ini disebut "Downward Counterfactual

Maka dari itu salah satu obat pelipur lara pada saat kita menyesal
sebaiknya kita jangan melihat keatas melainkan melihat kebawah -
Downward Counterfactual. Apakah Naomi bisa membina keluarga bahagia
apabila ia tidak putus dengan Johnny, belum tentu, bahkan mungkin akan
disakiti terus menerus seumur hidupnya, jadi sebenarnya lebih baik
putus daripada disakiti terus-menerus.

Dalam soal esek-esek pemikiran pria dan perempuan berbeda,
perempuan kebanyakan menyesal karena telah melakukan hubukan sek
pranikah, sedangkan banyak pria merasa menyesal karena tidak melakukan
hubungan sek sebelumnya nikah.

Pada umumnya orang merasa jauh lebih menyesal di dalam kehidupannya
untuk hal-hal yang tidak pernah ia lakukan. Seandainya dahulu saya
berani mengambil keputusan untuk buka usaha sendiri, pasti tidak bakal
hidup kere seperti sekarang ini ! Seandainya saya mau memilih jurusan
IT pasti saya tidak akan jadi pengangguran ! Seandainya aku tidak
terlalu banyak memilih, pasti aku tidak jadi perawan tua. Perasaan
menyesal untuk hal yang tidak dilakukan pada umumnya jauh lebih lama
daripada untuk hal-hal yang telah dilakukan.

Perasaan menyesal itu bisa juga timbul bersamaan dengan perasaan
bersalah, banyak orang menyesal karena tidak melakukan sesuatu untuk
orang yang mereka kasihi. Hal ini baru mereka sadari setelah orang
yang mereka kasihi tsb meninggal dunia, sehingga tidak mungkin bisa di
ulang balik ataupun diperbaikinya.

Sedangkan rasa menyesal untuk hal yang telah dilakukan jauh lebih
cepat hilangnya. Aku nyesal karena telah mengatakan perkataan kasar.
Aku nyesal karena telah beli tas yang mahal.

Oleh sebab itulah sebagai prinsip dan pegangan utama bagi mang
Ucup, pada saat saya bimbang untuk mengambil keputusan, lebih baik
mengambil keputusan yang salah daripada menghindar. Walaupun demikian
dalam soal hubungan antar sesama manusia sebaiknya jangan mengambil
keputusan yang final, kalau ribut sedikit langsung minta cerai ataupun
putus seperti juga pepatah apabila sangkar burung telah kita tutup
jangan harap burung tsb akan bisa dan mau balik lagi.

Rasa menyesal dalam soal apapun juga tidak akan berakibat fatal
seperti kalau salah memilih agama, sebab menyesal setelah itu adalah
sesalan abadi yang tidak akan bisa diperbaiki lagi, sebab percuma azah
lho nyani "If only I believe " pada saat lho dipanggang di api neraka
! Kagak ada yg bisa nolong lho lagi ! Sampai jadi keripik gosong lho
bakal ada disitu terus ! For ever & ever tuh !

Dan apakah Anda tahu bahwa bukan hanya sekedar manusia saja yang
mempunyai masalah "counterfactual thinking" dan rasa menyesal ini,
melainkan Sang Pencipta juga pernah mengalami hal yang sama seperti
umat-Nya. Setelah Allah menciptakan manusia, dikirimkan-Nya-lah Air
Bah dan dalam Kitab Suci tercantum "maka MENYESAL-lah Tuhan, bahwa Ia
telah menjadikan manusia di bumi" (Kejadian 6:6).

Mengapa Tuhan Mengijinkan Kita Kecewa

Mengapa Tuhan Mengijinkan Kita Kecewa

Oleh: Sunanto

Saya menemukan banyak orang kristen yang mundur sebab mereka mengalami kekecewaan dalam hidup mereka. Mereka kecewa terhadap saudara seiman, pemimpin rohani bahkan kecewa kepada Tuhan. Kekecewaan merupakan hal yang wajar dalam kehidupan ini, malah sebenarnya kekecewaan itu dibutuhkan bagi pertumbuhan rohani kita. Kasih yang terbesar tumbuh dalam tanah kekecewaan yang tak tertahankan terhadap kehidupan ini.

Setiap kali kita merasa kecewa terhadap sesuatu sebenarnya kita telah menggantungkan kebahagiaan kita kepada hal yang mengecewakan kita. Kekecewaan pasti akan terjadi sebab akibat natur dosa yang kita bawa menyebabkan kita cenderung meletakkan kebahagiaan kita di luar Tuhan. Respon kita menghadapi kekecewaan sangat penting sebab hal itu akan menentukan apakah kita akan naik atau turun. Milikilah sikap yang positif dan bersyukur saat menghadapi kekecewaan sebab hal itu pasti akan menyebabkan kita menjadi naik. Rajawali tidak takut dengan badai tetapi ia justru terbang semakin tinggi saat badai datang. Orang kristen yang memiliki iman sejati akan semakin kuat saat badai kehidupan datang menerpanya.

Satu hari Tuhan mengijinkan saya kehilangan seseorang yang sangat saya kasihi sehingga saya sangat kecewa dan hati saya serasa mau mati. Malamnya saya bermimpi melihat sebuah makam dengan batu nisan yang bertuliskan nama saya. Lewat mimpi tersebut Tuhan hendak berbicara bahwa Ia mengijinkan hal itu untuk mematikan keakuan saya. Proses pengosongan memang sangat menyakitkan tetapi tanpa pengosongan tidak akan ada pengisian. Kita harus semakin kecil dan Kristus harus semakin besar. Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku (Gal 2:20a). Mengatakan atau menghafalkan ayat ini tidak sukar tetapi untuk mengalaminya sangat sukar.

Losing Is Winning - In So Many Ways

Losing Is Winning - In So Many Ways

(Kehilangan sama dengan Mendapatkan - "dalam banyak cara...")

Suatu hari seorang bapak tua hendak menumpang bus. Pada saat ia menginjakkan kakinya ke tangga, salah satu sepatunya terlepas dan jatuh ke jalan. Lalu pintu tertutup dan bus mulai bergerak, sehingga ia tidak bisa memungut sepatu yang terlepas tadi. Lalu si bapak tua itu dengan tenang melepas sepatunya yang sebelah dan melemparkannya keluar jendela. Seorang pemuda yang duduk dalam bus melihat kejadian itu, dan bertanya kepada si bapak tua, "Aku memperhatikan apa yang Anda lakukan Pak. Mengapa Anda melempakan sepatu Anda yang sebelah juga ?" Si bapak tua menjawab, "Supaya siapapun yang menemukan sepatuku bisa memanfaatkannya."

Si bapak tua dalam cerita di atas memahami filosofi dasar dalam hidup - jangan mempertahankan sesuatu hanya karena kamu ingin memilikinya atau karena kamu tidak ingin orang lain memilikinya.

Kita kehilangan banyak hal di sepanjang masa hidup. Kehilangan tersebut pada awalnya tampak seperti tidak adil dan merisaukan, tapi itu terjadi supaya ada perubahan positif yang terjadi dalam hidup kita.

Kalimat di atas tidak dapat diartikan kita hanya boleh kehilangan hal-hal jelek saja. Kadang, kita juga kehilangan hal baik. Ini semua dapat diartikan: supaya kita bisa menjadi dewasa secara emosional dan spiritual, pertukaran antara kehilangan sesuatu dan mendapatkan sesuatu haruslah terjadi.

Seperti si bapak tua dalam cerita, kita harus belajar untuk melepaskan sesuatu. Tuhan sudah menentukan bahwa memang itulah saatnya si bapak tua kehilangan sepatunya. Mungkin saja peristiwa itu terjadi supaya si bapak tua nantinya bisa mendapatkan sepasang sepatu yang lebih baik.

" Satu sepatu hilang. Dan sepatu yang tinggal sebelah tidak akan banyak bernilai bagi si bapak. Tapi dengan melemparkannya ke luar jendela, sepatu itu akan menjadi hadiah yang berharga bagi gelandangan yang membutuhkan. "

Berkeras mempertahankannya tidak membuat kita atau dunia menjadi lebih baik. Kita semua harus memutuskan kapan suatu hal atau seseorang masuk dalam hidup kita, atau kapan saatnya kita lebih baik bersama yang lain. Pada saatnya, kita harus mengumpulkan keberanian untuk melepaskannya. " Semoga kita menjadi orang yg bijak "

Antara Cacing, Burung dan Manusia

Antara Cacing, Burung dan Manusia

Bila kita sedang mengalami kesulitan hidup karena himpitan kebutuhan materi, maka cobalah kita ingat pada burung dan cacing. Kita lihat burung tiap pagi keluar dari sarangnya untuk mencari makan.

Tidak terbayang sebelumnya kemana dan dimana ia harus mencari makanan yang diperlukan.

Karena itu kadangkala sore hari ia pulang dengan perut kenyang dan bisa membawa makanan buat keluarganya, tapi kadang makanan itu cuma cukup buat keluarganya, sementara ia harus "puasa".

Bahkan seringkali ia pulang tanpa membawa apa-apa buat keluarganya sehingga ia dan keluarganya harus "berpuasa".

Meskipun burung lebih sering mengalami kekurangan makanan karena tidak punya "kantor" yang tetap, apalagi setelah lahannya banyak yang diserobot manusia, namun yang jelas kita tidak pernah melihat ada burung yang berusaha untuk bunuh diri.

Kita tidak pernah melihat ada burung yang tiba-tiba menukik membenturkan kepalanya ke batu cadas.

Kita tidak pernah melihat ada burung yang tiba-tiba menenggelamkan diri ke sungai.

Kita tidak pernah melihat ada burung yang memilih meminum racun untuk mengakhiri penderitaannya.

Kita lihat burung tetap optimis akan makanan yang dijanjikan Tuhan.

Kita lihat, walaupun kelaparan, tiap pagi ia tetap berkicau dengan merdunya.

Tampaknya burung menyadari benar bahwa demikianlah hidup, suatu waktu berada diatas dan dilain waktu terhempas ke bawah.

Suatu waktu kelebihan dan di lain waktu kekurangan.

Suatu waktu kekenyangan dan dilain waktu kelaparan.

Sekarang marilah kita lihat hewan yang lebih lemah dari burung, yaitu cacing. Kalau kita perhatikan, binatang ini seolah-olah tidak mempunyai sarana yang layak untuk survive atau bertahan hidup. Ia tidak mempunyai kaki, tangan, tanduk atau bahkan mungkin ia juga tidak mempunyai mata dan telinga. Tetapi ia adalah makhluk hidup juga dan, sama dengan makhluk hidup lainnya, ia mempunyai perut yang apabila tidak diisi maka ia akan mati.

Tapi kita lihat , dengan segala keterbatasannya, cacing tidak pernah putus asa dan frustasi untuk mencari makan. Tidak pernah kita menyaksikan cacing yang membentur-benturkan epalanya ke batu.

Sekarang kita lihat manusia. Kalau kita bandingkan dengan burung atau cacing, maka sarana yang dimiliki manusia untuk mencari nafkah jauh lebih canggih.

Tetapi kenapa manusia yang dibekali banyak kelebihan ini seringkali kalah dari burung atau cacing ?

Mengapa manusia banyak yang putus asa lalu bunuh diri menghadapi kesulitan yang dihadapi?

Padahal rasa-rasanya belum pernah kita lihat cacing yang berusaha bunuh diri karena putus asa. Rupa-rupanya kita perlu banyak belajar banyak dari burung dan cacing.